Anda boleh remehkan UKM sekarang.
Sampai saat ini masih banyak yang menganggap sebelah mata UKM. Gambaran usaha yang banyak digeluti masyarakat desa itu dalam beberapa tahun memang belum bergeser sedikitpun. Bahkan era internet, seperti yang terjadi dalam 2 dekade belakangan ini, tak banyak membantu memperbaiki gambaran UKM secara umum. Kotor, modal kecilan, kurang berperan bagi bangsa, bahkan kalaupun membantu sifatnya hanya menopang.
Sekali lagi, UKM dibanggap sebagai pembantu dan bukan tulang punggung ekonomi!
Orang tua pada gilirannya juga ikut menakuti dengan menyekolahkan anaknya di kampus agar tidak berprofesi yang menurut mereka ‘susah’ seperti berjualan umumnya para pelaku UKM. Di kampus-kampus ternama Indonesia bahkan UKM tidak menjadi sentrum mata kuliah. Alih-alih UKM, ekonomi-ekonomi finance mendapat tempat lapang.
Memang sangat sulit menjelaskan pada masyarakat bahwa UKM ini memiliki peran penting bagi bangsa Indonesia. UKM bukan sebatas ekonomi subsisten – meskipun masih ada yang demikian- tetapi menjadi pusaran ekonomi yang memiliki kekuatan besar baik dari modal ekonomi (finansial) dan modal sosial. Tetapi bagaimana menjelaskan bahwa penjual nasi kucing hanya hanya bermodalkan gerobak angkringan bututnya itu memiliki sumbangan besar bagi keberlangsungan pasar domestic kita? Bagaimana menerangkan pada mahasiswa kita bahwa penjaja ikan koi yang mengayuh sepedanya berkilometer adalah para pejuang ekonomi Indonesia?
Tetapi segera kita paham bahwa semua
Sekarang mari kita lihat faktanya. Pada tahun 1997 Indonesia terkena imbas krisis ekonomi beserta Negara lain di Asia Tenggara. Bahkan ini menjadi momentum awal lengsernya Soeharto dari tampuk kekuasaan. Siklus itu kembali terulang 10 tahun kemudian yakni 2007-2008 ketika SBY menjabat sebagai Presiden. Tetapi kali ini berbeda. Mengapa krisis ekonomi tidak memukul berat seperti tahun 2007? Secara sosiologis, pasar domestik dengan makin berkembangnya UKM, di satu sisi, dan kuatnya peran mereka di sisi lainnya menjadi faktor penting sebagai langkah antisipatif. Pasar domestik saat itu banyak diisi oleh UKM masih memainkan peran penting karena tidak memiliki ketergantungan seperti sektor finance bergantung pada keuangan global. Di berbagai Negara pasar domestik ini juga menjadi variable penting ketika krisis melanda.
Dengan melihat kasus ini bisakah kita anggap bahwa UKM hanya sebagai pembantu yang artinya bukan aktor kunci?
Fakta lain yang jarang dilihat oleh orang lain tentang kemampuan teknis UKM. Bagaimana pola persebaran teknis bisnis UKM? Saya ambilkan contoh jualan bakso. Tentu penjual bakso harus terlibat dalam proses pembuatan: memasak air, mengolah bahan, meracik bumbu, membuat mie, memproduksi bakso, strategi marketing dan lain sebagainya. Mereka tidak belajar melalui ruang seminar melainkan menggunakan metode verbal dari para pelaku bakso lainnya. Ada nuansa kemandirian yang sudah berpuluh-puluh tahun para UKM wariskan.
Sebaliknya, coba anda lihat couching bisnis yang diadakan oleh para professional pasti membutuhkan budget besar untuk ikut seminar mereka. Itupun untuk sekali. Anda harus datang ke seminar berikutnya sampai anda benar-benar paham.
Begitu mandiri dan besar peran yang dimiliki UKM meskipun masih dianggap sebelah mata. Di era revolusi 4.0 seperti sekarang ini konon dianggap penting karena mampu memasarkan secara bebas ke berbagai tempat dan bahkan Negara. Kita lihat sejauh mana klaim ini bisa dipertanggungjawabkan.
Sekarang, anda boleh meremehkan UKM.
Tapi mereka akan tetap seperti itu. Mereka melakukan sesuatu – menurut istilah orang Jawa- “sepi ing rame” dan “rame ing sepi”.
*Tulisan ini menjadi tanggungjawab Kayukerajinan.com.